Skip to main content

Docker vs Non-Docker

Perbandingan antara penggunaan Docker dan pendekatan non-Docker (misalnya, penggunaan VM tradisional atau pengembangan langsung di host) tergantung pada kebutuhan, fleksibilitas, dan kompleksitas pengelolaan aplikasi serta infrastruktur. Berikut adalah beberapa perbedaan utama antara keduanya:

Docker:

  1. Kontainerisasi Ringan:

    • Docker menggunakan teknologi kontainerisasi untuk menjalankan aplikasi dan dependensinya dalam lingkungan terisolasi, yang memungkinkan aplikasi berjalan dengan lebih ringan dibandingkan dengan virtual machine (VM) tradisional.
  2. Portabilitas:

    • Image Docker dapat dibangun sekali dan dijalankan di berbagai platform tanpa perlu modifikasi tambahan, berkat standarisasi format image Docker dan kompatibilitas dengan Docker Engine di berbagai sistem operasi.
  3. Efisiensi Sumber Daya:

    • Kontainer Docker berbagi kernel host, yang mengurangi overhead dan penggunaan sumber daya dibandingkan dengan VM yang mungkin memerlukan kernel yang berbeda secara virtual.
  4. Pengelolaan dan Orkestrasi:

    • Docker menyediakan alat-orkestrasi seperti Docker Swarm dan integrasi dengan Kubernetes, yang mempermudah manajemen dan penyebaran aplikasi dalam skala yang besar.
  5. Cepatnya Pengembangan dan Pengiriman:

    • Docker memungkinkan pengembangan dan pengiriman aplikasi dengan cepat menggunakan konsep "build once, run anywhere", yang cocok untuk pendekatan CI/CD dan pengembangan berbasis mikro-layanan.

Non-Docker (VM Tradisional atau Pengembangan di Host):

  1. Isolasi yang Lebih Kuat:

    • VM tradisional menyediakan isolasi penuh antara aplikasi yang berjalan di dalamnya, dengan setiap VM memiliki kernel dan sumber daya sistem operasi yang terpisah.
  2. Kebutuhan Sumber Daya yang Lebih Besar:

    • VM tradisional membutuhkan lebih banyak sumber daya karena setiap VM harus memiliki ruang disk, RAM, dan CPU yang terpisah.
  3. Ketergantungan pada Hypervisor:

    • VM memerlukan hypervisor untuk menjalankan dan mengelola mesin virtual, yang menambah overhead dan kompleksitas infrastruktur dibandingkan dengan penggunaan Docker.
  4. Kesulitan dalam Portabilitas:

    • VM biasanya lebih sulit dipindahkan antar platform atau mesin fisik karena bergantung pada konfigurasi dan kompatibilitas hypervisor yang berbeda.
  5. Pengelolaan yang Lebih Rumit:

    • Manajemen VM bisa lebih rumit karena setiap VM perlu dikonfigurasi secara terpisah dengan sistem operasi dan aplikasi yang diperlukan.

Pemilihan Antara Docker dan Non-Docker:

  • Docker sering lebih disukai untuk pengembangan aplikasi modern yang membutuhkan fleksibilitas, efisiensi sumber daya, dan kemudahan dalam manajemen aplikasi di lingkungan produksi.

  • Non-Docker (VM tradisional) lebih cocok untuk kasus penggunaan di mana isolasi yang ketat antara aplikasi dan kebutuhan untuk lingkungan operasional yang mandiri sangat diperlukan.

Kesimpulan:

Pemilihan antara Docker dan pendekatan non-Docker tergantung pada kebutuhan spesifik aplikasi, arsitektur IT, dan tujuan pengembangan serta operasional. Docker menawarkan keuntungan besar dalam hal portabilitas, efisiensi sumber daya, dan skalabilitas, sementara VM tradisional menyediakan isolasi yang lebih kuat namun dengan overhead sumber daya yang lebih besar dan kompleksitas manajemen yang lebih tinggi.